Sejarah Perkembangan Hadits
Farhan Hasbul Warits
Mahasiswa
FAI UHAMKA, Jl. Limau II, Kramat Pela, Jakarta Selatan, Daerah Khusus
Ibukota Jakarta
Email : farhan.hasbul@gmail.com
ABSTRAK
Hadits berkembang cukup lambat dan bertahap. Di zaman Rasulullah
SAW hadits tidak mendapat perhatian sebanyak Al-Qur’an. Pada zaman Nabi,
penulisan hadits malah dilarang meskipun para sahabat sangat membutuhkan
petunjuk dan bimbingan nabi dalam menafsirkan dan mengimplementasikan
ketentuan-ketentuan Al-Qur’an. Pada masa sahabat, perhatian para sahabat masih
terfokus pada pemeliharaan dan penyebarluasan al-Qur'an, sehingga periwayatan
hadits belum berkembang. Hadits mulai berkembang pada masa Tabi’in dan
Tabi’i-Tabi’in. Perkembangan ilmu hadits mencapai puncak kedewasaan dan
kemandiriannya pada abad ke-4 H atau masa setelah Tabi’i-Tabi’in.
Kata Kunci : Sejarah, Hadits, Islam
PENDAHULUAN
Sejarah adalah ilmu yang digunakan untuk mempelajari
peristiwa-peristiwa penting di masa lalu umat manusia. Pengetahuan sejarah
meliputi pengetahuan tentang peristiwa masa lalu dan pemikiran sejarah.
Hadits merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur'an.
Istilah hadits biasanya mengacu pada segala sesuatu yang didasarkan pada Nabi
Muhammad, termasuk perkataan, tindakan, persetujuan, dan sifat-sifat (fisik
atau mental) sebelum dan sesudah ia menjadi nabi.
Dalam sejarahnya, dibandingkan dengan Al-Qur'an, Hadits berkembang
cukup lambat dan bertahap. Hal ini terjadi karena penulisan hadits dilarang
pada waktu itu. Masa pembukuan terlambat dan mulai pada abad II penanggalan
Hijriah mulai dilakukan, dan mengalami masa kejayaannya pada abad III penanggalan
Hijriah
PEMBAHASAN
Sejarah perkembangan hadits adalah bahwa hadits tumbuh melalui
pengenalan, penghayatan dan pengamalan yang diwariskan secara turun-temurun
setelah suatu masa atau masa sejak kelahirannya. Dengan memperhatikan periode
hadits sejak kelahiran Nabi Muhammad SAW, penelitian dan penggarapan hadits,
dan segala hal yang mempengaruhi hadits tersebut
Di zaman Rasulullah SAW, terutama
ketika Rasulullah SAW masih hidup, hadits tidak mendapat perhatian sebanyak
Al-Qur’an. Pada zaman Nabi, penulisan hadits malah dilarang sebagaimana
diriwayatkan oleh Abu Said al-Khudri, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah
kamu menulis sesuatu yang berasal daripadaku, kecuali al-Qur’an, dan
barangsiapa telah menulis daripadaku selain al-Qur’an, maka hendaklah ia
menghapuskannya.”
Periode kedua dalam sejarah hadits
adalah periode Khulafa’ Rasyidin (Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Usman ibn Affan,
dan Ali ibn Abi Thalib), yang berlangsung dari 11 H hingga 40 H. Masa ini disebut
dengan masa sahabat besar
Di era Tabi’in, sejalan dengan
pesatnya perluasan wilayah Islam, penyebaran sahabat ke berbagai daerah terus
meningkat, yang berdampak pada peningkatan penyebaran hadits. Oleh karena itu,
periode ini disebut periode propagasi penyebaran hadits. Inilah kemudahan bagi
Tabi'in untuk mempelajari Hadits. Cara Tabi’in mengumpulkan dan mencatat hadits
adalah dengan bertemu dengan para sahabat, kemudian mereka mencatat informasi
yang diperoleh dari pertemuan tersebut.
Cara periwayatan hadits pada masa
Tabi’i-Tabi’in adalah dengan lafadz. Karena kodifikasi hadits mulai dilakukan
di akhir masa Tabi’in. Kodifikasi pada masa ini telah menggunakan metode yang
sistematis, yaitu dengan mengelompokkan hadits-hadits yang ada sesuai dengan
bidang bahasan, walaupun dalam penyusunannya masih bercampur antara hadits Nabi
dengan qaul Sahabat dan Tabi’in, sebagaimana yang terdapat dalam kitab
al-Muwattha’ Imam Malik. Barulah pada awal abad kedua hijriah, dalam
kodifikasinya, hadits telah dipisahkan dari qaul Sahabat dan Tabi’in. Selain
riwayat dengan lafadz, ada juga sistem penerimaan dan periwayatan hadits dengan
sistem isnad. Maraknya pemalsuan hadits yang terjadi di akhir masa Tabi’in yang
terus berlanjut sampai masa sesudahnya menjadikan para ulama untuk meneliti
keontetikan hadits, cara yang ditempuh para ulama yaitu dengan meneliti perawi-perawinya.
Dari penelitian tersebut memunculkan istilah isnad sebagaimana yang dikenal
hingga saat ini. Menurut Abu Zahrah, sanad yang disampaikan pada masa Tabi’in
sering menyampaikan sebuah hadits dengan tanpa menyebut sahabat yang
meriwayatkannya.
Perkembangan ilmu hadits mencapai
puncak kedewasaan dan kemandiriannya pada abad ke-4 H atau masa setelah Tabi’i-Tabi’in.
Masa ini merupakan perpaduan dan penyempurnaan berbagai ilmu yang dikembangkan
secara terpisah pada abad-abad sebelumnya .
SIMPULAN
Perkembangan hadits pada zaman Nabi
sangat dijunjung tinggi oleh Nabi dan para Sahabat, karena diawasi langsung
oleh Nabi, namun sejarah pembukuannya sangat lambat. Nabi melarang penulisan
hadits, meskipun Nabi juga memerintahkan penulisan hadits dalam beberapa kasus.
Pada masa Khulafa’ Rasyidin pembukuan sudah dimulai tetapi belum berkembang. Pembukuan
tersebut diberlakukan secara ketat untuk menjaga kemurnian hadits, karena munculnya
orang-orang murtad dan munafik pada saat itu. Pada masa pemerintahan Khalifah
Ali bin Abi Thalib, terjadi perpecahan internal hingga muncul kelompok Syi’ah
dan Khawarij. Semua orang membela kelompoknya hingga berani mengeluarkan hadits
maudhu untuk kepentingan politik kelompoknya.
DAFTAR PUSTAKA
Asep Sulhadi, Izzatul Sholihah. (2020 ). Sejarah Perkembangan Hadits Pra
Kodifikasi. Jurnal STAI Badrus Sholeh Kediri. Volume 04 Nomor 01.
Solahudin, A. (2008). Ulumul Hadits.
Bandung: Pustaka Setia.
Suparta, M. (2010). Ilmu Hadits. Jakarta:
Rajawali Press.
Suyadi, M. A. (2013). Ulumul Hadits.
Bandung: Pustaka Setia.
Thahhan, M. (1997). Ulumul Hadits, Studi
Kompleksitas Hadits Nabi. Yogyakarta: Titian Ilahi Press.
Wensink, A. (1936). al-Mu'jam al-Musfahras li Alfazh al-Hadits al-Nabawi VI. Leiden: E.J. Brill.