Unduh Adobe Flash player
[6] [Artikel] [slider-top-big] [Artikel] [slider-top-big] [Artikel]
You are here: Home / , , , , Sejarah Perkembangan Hadits

Sejarah Perkembangan Hadits

| No comment

 


Sejarah Perkembangan Hadits

Farhan Hasbul Warits


Mahasiswa FAI UHAMKA, Jl. Limau II, Kramat Pela, Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Email : farhan.hasbul@gmail.com

ABSTRAK

Hadits berkembang cukup lambat dan bertahap. Di zaman Rasulullah SAW hadits tidak mendapat perhatian sebanyak Al-Qur’an. Pada zaman Nabi, penulisan hadits malah dilarang meskipun para sahabat sangat membutuhkan petunjuk dan bimbingan nabi dalam menafsirkan dan mengimplementasikan ketentuan-ketentuan Al-Qur’an. Pada masa sahabat, perhatian para sahabat masih terfokus pada pemeliharaan dan penyebarluasan al-Qur'an, sehingga periwayatan hadits belum berkembang. Hadits mulai berkembang pada masa Tabi’in dan Tabi’i-Tabi’in. Perkembangan ilmu hadits mencapai puncak kedewasaan dan kemandiriannya pada abad ke-4 H atau masa setelah Tabi’i-Tabi’in.

Kata Kunci : Sejarah, Hadits, Islam


PENDAHULUAN

Sejarah adalah ilmu yang digunakan untuk mempelajari peristiwa-peristiwa penting di masa lalu umat manusia. Pengetahuan sejarah meliputi pengetahuan tentang peristiwa masa lalu dan pemikiran sejarah.

Hadits merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur'an. Istilah hadits biasanya mengacu pada segala sesuatu yang didasarkan pada Nabi Muhammad, termasuk perkataan, tindakan, persetujuan, dan sifat-sifat (fisik atau mental) sebelum dan sesudah ia menjadi nabi.

Dalam sejarahnya, dibandingkan dengan Al-Qur'an, Hadits berkembang cukup lambat dan bertahap. Hal ini terjadi karena penulisan hadits dilarang pada waktu itu. Masa pembukuan terlambat dan mulai pada abad II penanggalan Hijriah mulai dilakukan, dan mengalami masa kejayaannya pada abad III penanggalan Hijriah (Asep Sulhadi, Izzatul Sholihah, 2020 ).


PEMBAHASAN


Sejarah perkembangan hadits adalah bahwa hadits tumbuh melalui pengenalan, penghayatan dan pengamalan yang diwariskan secara turun-temurun setelah suatu masa atau masa sejak kelahirannya. Dengan memperhatikan periode hadits sejak kelahiran Nabi Muhammad SAW, penelitian dan penggarapan hadits, dan segala hal yang mempengaruhi hadits tersebut (Solahudin, 2008). Perkembangan hadits dibagi menjadi 5 periode, yaitu periode Nabi Muhammad SAW, periode Sahabat, periode Tabi’in, periode Tabi’i-Tabi’in dan periode setelah Tabi’i-Tabi’in.

Di zaman Rasulullah SAW, terutama ketika Rasulullah SAW masih hidup, hadits tidak mendapat perhatian sebanyak Al-Qur’an. Pada zaman Nabi, penulisan hadits malah dilarang sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Said al-Khudri, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kamu menulis sesuatu yang berasal daripadaku, kecuali al-Qur’an, dan barangsiapa telah menulis daripadaku selain al-Qur’an, maka hendaklah ia menghapuskannya.” (Wensink, 1936). Meskipun para sahabat sangat membutuhkan petunjuk dan bimbingan nabi dalam menafsirkan dan mengimplementasikan ketentuan-ketentuan Al-Qur’an, mereka tidak membayangkan bahwa selama hadits tidak diabadikan dalam bentuk tertulis, itu akan mengancam generasi mendatang (Asep Sulhadi, Izzatul Sholihah, 2020 ).

Periode kedua dalam sejarah hadits adalah periode Khulafa’ Rasyidin (Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Usman ibn Affan, dan Ali ibn Abi Thalib), yang berlangsung dari 11 H hingga 40 H. Masa ini disebut dengan masa sahabat besar (Suyadi, 2013). Pada masa ini perhatian para sahabat masih terfokus pada pemeliharaan dan penyebarluasan al-Qur'an, sehingga periwayatan hadits belum berkembang, dan narasinya masih memiliki keterbatasan. Oleh karena itu, para ulama menganggap periode ini sebagai periode pembatasan transmisi periwayatan (Suparta, 2010).

Di era Tabi’in, sejalan dengan pesatnya perluasan wilayah Islam, penyebaran sahabat ke berbagai daerah terus meningkat, yang berdampak pada peningkatan penyebaran hadits. Oleh karena itu, periode ini disebut periode propagasi penyebaran hadits. Inilah kemudahan bagi Tabi'in untuk mempelajari Hadits. Cara Tabi’in mengumpulkan dan mencatat hadits adalah dengan bertemu dengan para sahabat, kemudian mereka mencatat informasi yang diperoleh dari pertemuan tersebut.

Cara periwayatan hadits pada masa Tabi’i-Tabi’in adalah dengan lafadz. Karena kodifikasi hadits mulai dilakukan di akhir masa Tabi’in. Kodifikasi pada masa ini telah menggunakan metode yang sistematis, yaitu dengan mengelompokkan hadits-hadits yang ada sesuai dengan bidang bahasan, walaupun dalam penyusunannya masih bercampur antara hadits Nabi dengan qaul Sahabat dan Tabi’in, sebagaimana yang terdapat dalam kitab al-Muwattha’ Imam Malik. Barulah pada awal abad kedua hijriah, dalam kodifikasinya, hadits telah dipisahkan dari qaul Sahabat dan Tabi’in. Selain riwayat dengan lafadz, ada juga sistem penerimaan dan periwayatan hadits dengan sistem isnad. Maraknya pemalsuan hadits yang terjadi di akhir masa Tabi’in yang terus berlanjut sampai masa sesudahnya menjadikan para ulama untuk meneliti keontetikan hadits, cara yang ditempuh para ulama yaitu dengan meneliti perawi-perawinya. Dari penelitian tersebut memunculkan istilah isnad sebagaimana yang dikenal hingga saat ini. Menurut Abu Zahrah, sanad yang disampaikan pada masa Tabi’in sering menyampaikan sebuah hadits dengan tanpa menyebut sahabat yang meriwayatkannya.

Perkembangan ilmu hadits mencapai puncak kedewasaan dan kemandiriannya pada abad ke-4 H atau masa setelah Tabi’i-Tabi’in. Masa ini merupakan perpaduan dan penyempurnaan berbagai ilmu yang dikembangkan secara terpisah pada abad-abad sebelumnya .

SIMPULAN

Perkembangan hadits pada zaman Nabi sangat dijunjung tinggi oleh Nabi dan para Sahabat, karena diawasi langsung oleh Nabi, namun sejarah pembukuannya sangat lambat. Nabi melarang penulisan hadits, meskipun Nabi juga memerintahkan penulisan hadits dalam beberapa kasus. Pada masa Khulafa’ Rasyidin pembukuan sudah dimulai tetapi belum berkembang. Pembukuan tersebut diberlakukan secara ketat untuk menjaga kemurnian hadits, karena munculnya orang-orang murtad dan munafik pada saat itu. Pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib, terjadi perpecahan internal hingga muncul kelompok Syi’ah dan Khawarij. Semua orang membela kelompoknya hingga berani mengeluarkan hadits maudhu untuk kepentingan politik kelompoknya.

DAFTAR PUSTAKA


Asep Sulhadi, Izzatul Sholihah. (2020 ). Sejarah Perkembangan Hadits Pra Kodifikasi. Jurnal STAI Badrus Sholeh Kediri. Volume 04 Nomor 01.

Solahudin, A. (2008). Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia.

Suparta, M. (2010). Ilmu Hadits. Jakarta: Rajawali Press.

Suyadi, M. A. (2013). Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia.

Thahhan, M. (1997). Ulumul Hadits, Studi Kompleksitas Hadits Nabi. Yogyakarta: Titian Ilahi Press.

Wensink, A. (1936). al-Mu'jam al-Musfahras li Alfazh al-Hadits al-Nabawi VI. Leiden: E.J. Brill. 

Image : https://pixabay.com/id/photos/buku-islam-muslim-quran-allah-5336298/